Terbaru=>>
Loading...

Hukum & Adab Orang yang Berqurban

Ini adalah lanjutan dari Cara Menyembelih Hewan Qurban Sesuai Sunnah dan Hukum Seputar Hewan Qurban

Hukum-hukum dan Adab-adab Yang Terkait dengan Orang yang Berqurban



1. Syariat berqurban adalah umum, mencakup lelaki, wanita, yang telah berkeluarga, lajang dari kalangan kaum muslimin, karena dalil-dalil yang ada adalah umum.

2. Diperbolehkan berqurban dari harta anak yatim bila secara kebiasaan mereka menghendakinya. Artinya, bila tidak disembelihkan qurban, mereka akan bersedih tidak bisa makan daging qurban sebagaimana anak-anak sebayanya. (Asy-Syarhul Mumti’, 3/427)

3. Diperbolehkan bagi seseorang berhutang untuk berqurban bila dia mampu untuk membayarnya. Sebab berqurban adalah sunnah dan upaya menghidupkan syi’ar Islam. (Syarh Bulugh, 6/84, bagian catatan kaki)

Al-Lajnah Ad-Da`imah juga mempunyai fatwa tentang diperbolehkannya menyembelih qurban walaupun belum dibayar harganya. (Fatawa Al-Lajnah, 11/411 no. fatwa 11698)

4. Dipersyaratkan hewan tersebut adalah miliknya dengan cara membeli atau yang lainnya. Adapun bila hewan tersebut hasil curian atau ghashab lalu dia sembelih sebagai qurbannya, maka tidak sah.

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إلَّا طَيِّبًا

“Sesungguhnya Allah itu Dzat yang baik tidak menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim no. 1015 dari Abu Hurairah raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) )

Begitu pula bila dia menyembelih hewan orang lain untuk dirinya, seperti hewan gadaian, maka tidak sah.

5. Bila dia mati setelah men-ta’yin hewan qurbannya, maka hewan tersebut tidak boleh dijual untuk menutupi hutangnya. Namun hewan tersebut tetap disembelih oleh ahli warisnya.

6. Disunnahkan baginya untuk menyembelih qurban dengan tangannya sendiri dan diperbolehkan bagi dia untuk mewakilkannya. Keduanya pernah dikerjakan Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) sebagaimana hadits:

ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ

“Rasulullah menyembelih kedua (kambing tersebut) dengan tangannya.” (HR. Al-Bukhari no. 5565 dan Muslim no. 1966)

Juga hadits ‘Ali bin Abi Thalib raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) yang telah lewat, di mana beliau diperintah oleh Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) untuk menangani unta-untanya.

7. Disyariatkan bagi orang yang berqurban bila telah masuk bulan Dzulhijjah untuk tidak mengambil rambut dan kukunya hingga hewan qurbannya disembelih.

Diriwayatkan dari Ummu Salamah raḍyAllāhu 'anha (may Allāh be pleased with her), dia berkata: Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) bersabda:

إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَأْخُذْ مِنْ شَعْرِهِ وَلَا مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ

“Apabila telah masuk 10 hari pertama (Dzulhijjah) dan salah seorang kalian hendak berqurban, maka janganlah dia mengambil rambut dan kukunya sedikitpun hingga dia menyembelih qurbannya.” (HR. Muslim no. 1977)

Dalam lafadz lain:

وَلَا بَشَرَتِهِ

“Tidak pula kulitnya.”

Larangan dalam hadits ini ditujukan kepada pihak yang berqurban, bukan pada hewannya. Sebab mengambil bulu hewan tersebut untuk kemanfaatannya diperbolehkan sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya.

Juga, dhamir (kata ganti) هِ pada hadits di atas kembali kepada orang yang hendak berqurban. Larangan dalam hadits ini ditujukan khusus untuk orang yang berqurban. Adapun keluarganya atau pihak yang disertakan, tidak mengapa mengambil kulit, rambut dan kukunya. Sebab, yang disebut dalam hadits ini adalah yang berqurban saja.

– Bila dia mengambil kulit, kuku, atau rambutnya sebelum hewannya disembelih, maka qurbannya sah, namun berdosa bila dia lakukan dengan sengaja. Tetapi bila dia lupa atau tidak sengaja maka tidak mengapa.

– Bila dia baru mampu berqurban di pertengahan 10 hari pertama Dzulhijjah, maka keharaman ini berlaku saat dia niat dan ta’yin qurbannya.

– Orang yang mewakili penyembelihan hewan qurban orang lain, tidak terkena larangan di atas.

– Larangan di atas dikecualikan bila terjadi sesuatu yang mengharuskan dia mengambil kulit, kuku, atau rambutnya.

Wallahu a’lam bish-shawab.

8. Disyariatkan untuk memakan sebagian dari hewan qurban tersebut. Dalilnya adalah firman Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He):

“Maka makanlah sebagian darinya.” (Al-Hajj: 28)

Juga tindakan Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) yang memakan sebagian dari hewan qurbannya.

9. Diperbolehkan menyimpan daging qurban tersebut walau lebih dari tiga hari. Beliau ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) bersabda:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنِ ادِّخَارِ لُـحُومِ الْأَضَاحِي فَوْقَ ثَلَاثٍ، فَأَمْسِكُوا مَا بَدَا لَكُمْ

“Dahulu aku melarang kalian menyimpan daging qurban lebih dari 3 hari. (Sekarang) tahanlah (simpanlah) semau kalian.” (HR. Muslim no. 1977 dari Buraidah raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him))

10. Disyariatkan untuk menyedekahkan sebagian dari hewan tersebut kepada fakir miskin. Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) berfirman:

“Berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (Al-Hajj: 28)

Juga firman-Nya:

“Beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.” (Al-Hajj: 36)

Yang dimaksud dengan الْبَائِسَ الْفَقِيرَ adalah orang faqir yang menjaga kehormatan dirinya tidak mengemis padahal dia sangat butuh. Demikian penjelasan Ikrimah dan Mujahid.

Adapun yang dimaksud dengan الْقَانِعَ adalah orang yang meminta-minta daging qurban. Sedangkan الْـمُعْتَرَّ adalah orang yang tidak meminta-minta daging, namun dia mengharapkannya. Demikian penjelasan Ibnu Jarir Ath-Thabari .

11. Diperbolehkan memberikan sebagian dagingnya kepada orang kaya sebagai hadiah untuk menumbuhkan rasa kasih sayang di kalangan muslimin.

12. Diperbolehkan memberikan sebagian dagingnya kepada orang kafir sebagai hadiah dan upaya melembutkan hati. Sebab qurban adalah seperti shadaqah sunnah yang dapat diberikan kepada orang kafir. Adapun shadaqah wajib seperti zakat, maka tidak boleh diberikan kepada orang kafir.

Dan yang dimaksud dengan kafir disini adalah selain kafir harbi. Al-Lajnah Ad-Da`imah mengeluarkan fatwa tentang hal ini (11/424-425, no. 1997).

13. Diperbolehkan membagikan daging qurban dalam keadaan mentah ataupun masak. Diperbolehkan pula mematahkan tulang hewan tersebut.

Demikian beberapa hukum dan adab terkait dengan qurban yang dapat dipaparkan pada lembar majalah ini, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber : Majalah Asy-Syari’ah

Hukum Seputar Hewan Qurban

Lanjutan dari Artikel Cara Menyembelih Hewan Qurban Sesuai Sunnah


Hukum-hukum Seputar Qurban


Berikut ini akan disebutkan beberapa hukum secara umum yang terkait dengan hewan qurban, untuk melengkapi pembahasan sebelumnya:

1) Menurut pendapat yang rajih, hewan qurban dinyatakan resmi (ta’yin) sebagai أُضْحِيَّةٌ dengan dua hal:

a. dengan ucapan: هَذِهِ أُضْحِيَّةٌ (Hewan ini adalah hewan qurban)

b. dengan tindakan, dan ini dengan dua cara:

1. Taqlid yaitu diikatnya sandal/sepatu hewan, potongan-potongan qirbah (tempat air yang menggantung), pakaian lusuh dan yang semisalnya pada leher hewan. Ini berlaku untuk unta, sapi dan kambing.

2. Isy’ar yaitu disobeknya punuk unta/sapi sehingga darahnya mengalir pada rambutnya. Ini hanya berlaku untuk unta dan sapi saja.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah raḍyAllāhu 'anha (may Allāh be pleased with her), dia berkata:

فَتَلْتُ قَلَائِدَ بُدْنِ رَسُولِ اللهِ n بِيَدَيَّ ثُمَّ أَشْعَرَهَا وَقَلَّدَهَا

“Aku memintal ikatan-ikatan unta-unta Rasulullah dengan kedua tanganku. Lalu beliau isy’ar dan men-taqlid-nya.” (HR. Al-Bukhari no. 1699 dan Muslim no. 1321/362)

Kedua tindakan ini khusus pada hewan hadyu, sedangkan qurban cukup dengan ucapan. Adapun semata-mata membelinya atau hanya meniatkan tanpa adanya lafadz, maka belum dinyatakan (ta’yin) sebagai hewan qurban. Berikut ini akan disebutkan beberapa hukum bila hewan tersebut telah di-ta’yin sebagai hewan qurban:

2) Diperbolehkan menunggangi hewan tersebut bila diperlukan atau tanpa keperluan, selama tidak memudaratkannya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him), dia berkata: Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) melihat seseorang menuntun unta (qurban/hadyu) maka beliau bersabda:

ارْكَبْهَا

“Tunggangi unta itu.” (HR. Al-Bukhari no. 1689 dan Muslim no. 1322/3717)

Juga datang dari Anas bin Malik raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) (Al-Bukhari no. 1690 dan Muslim no. 1323) dan Jabir bin Abdillah raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) (HR. Muslim no. 1324). Lafadz hadits Jabir raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) sebagai berikut:

ارْكَبْهَا بِالْـمَعْرُوفِ إِذَا أُلْـجِئْتَ إِلَيْهَا حَتَّى تَجِدَ ظَهْرًا

“Naikilah unta itu dengan cara yang baik bila engkau membutuhkannya hingga engkau mendapatkan tunggangan (lain).”

3) Diperbolehkan mengambil kemanfaatan dari hewan tersebut sebelum/setelah disembelih selain menungganginya, seperti:

a. mencukur bulu hewan tersebut, bila hal tersebut lebih bermanfaat bagi sang hewan. Misal: bulunya terlalu tebal atau di badannya ada luka.

b. Meminum susunya, dengan ketentuan tidak memudaratkan hewan tersebut dan susu itu kelebihan dari kebutuhan anak sang hewan.

c. Memanfaatkan segala sesuatu yang ada di badan sang hewan, seperti tali kekang dan pelana.

d. Memanfaatkan kulitnya untuk alas duduk atau alas shalat setelah disamak.

Dan berbagai sisi kemanfaatan yang lainnya. Dasarnya adalah keumuman firman Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) :

“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya.” (Al-Hajj: 36)

4) Tidak diperbolehkan menjual hewan tersebut atau menghibahkannya kecuali bila ingin menggantinya dengan hewan yang lebih baik. Begitu pula tidak boleh menyedekahkannya kecuali setelah disembelih pada waktunya, lalu menyedekahkan dagingnya.

5) Tidak diperbolehkan menjual kulit hewan tersebut atau apapun yang ada padanya, namun untuk dishadaqahkan atau dimanfaatkan.

6) Tidak diperbolehkan memberikan upah dari hewan tersebut apapun bentuknya kepada tukang sembelih. Namun bila diberi dalam bentuk uang atau sebagian dari hewan tersebut sebagai shadaqah atau hadiah bukan sebagai upah, maka diperbolehkan.

Dalil dari beberapa perkara di atas adalah hadits Ali bin Abi Tahlib raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him), dia berkata:

أَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ n أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أُقَسِّمَ لُـحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلَالـَهَا عَلَى الْـمَسَاكِينِ وَلَا أُعْطِي فِي جَزَارَتِهَا شَيْئًا مِنْهَا

“Nabi memerintahkan aku untuk menangani (penyembelihan) unta-untanya, membagikan dagingnya, kulit, dan perangkatnya kepada orang-orang miskin dan tidak memberikan sesuatu pun darinya sebagai (upah) penyembelihannya.” (HR. Al-Bukhari no. 1717 dan 1317)

7) Bila terjadi cacat pada hewan tersebut setelah di-ta’yin (diresmikan sebagai hewan qurban) maka dirinci:

– Bila cacatnya membuat hewan tersebut tidak sah, maka disembelih sebagai shadaqah bukan sebagai qurban yang syar’i.

– Bila cacatnya ringan maka tidak ada masalah.

– Bila cacatnya terjadi akibat (perbuatan) sang pemilik maka dia harus mengganti yang semisal atau yang lebih baik

– Bila cacatnya bukan karena kesalahan sang pemilik, maka tidak ada kewajiban mengganti, sebab hukum asal berqurban adalah sunnah.

8) Bila hewan tersebut hilang atau lari dan tidak ditemukan, atau dicuri, maka tidak ada kewajiban apa-apa atas sang pemilik. Kecuali bila hal itu terjadi karena kesalahannya maka dia harus menggantinya.

9) Bila hewan yang lari atau yang hilang tersebut ditemukan, padahal sang pemilik sudah membeli gantinya dan menyembelihnya, maka cukup bagi dia hewan ganti tersebut sebagi qurban. Sedangkan hewan yang ketemu tersebut tidak boleh dijual namun disembelih, sebab hewan tersebut telah di-ta’yin.

10) Bila hewan tersebut mengandung janin, maka cukup bagi dia menyembelih ibunya untuk menghalalkannya dan janinnya. Namun bila hewan tersebut telah melahirkan sebelum disembelih, maka dia sembelih ibu dan janinnya sebagai qurban. Dalilnya adalah hadits:

ذَكَاةُ الْجَنِينِ ذَكَاةُ أُمِّهِ

“Sembelihan janin (cukup) dengan sembelihan ibunya.”

Hadits ini datang dari banyak sahabat, lihat perinciannya dalam Irwa`ul Ghalil (8/172, no. 2539) dan Asy-Syaikh Al-Albani raḥimahullāh (may Allāh have mercy upon him) men-shahih-kannya.

11) Adapun bila hewan tersebut belum di-ta’yin maka diperbolehkan baginya untuk menjualnya, menghibahkannya, menyedekahkannya, atau menyembelihnya untuk diambil daging dan lainnya, layaknya hewan biasa.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Cara Menyembelih Hewan Qurban Sesuai Sunnah

TATA CARA MENYEMBELIH HEWAN QURBAN





DOWNLOAD VERSI EBOOK DISINI Klik Disini
Berikut ini akan disebutkan beberapa hukum dan adab seputar penyembelihan hewan, baik itu qurban ataupun yang lain.

I. Hewan sembelihan dinyatakan sah dan halal dimakan bila terpenuhi syarat-syarat berikut:

a. Membaca basmalah tatkala hendak menyembelih hewan. Dan ini merupakan syarat yang tidak bisa gugur baik karena sengaja, lupa, ataupun jahil (tidak tahu). Bila dia sengaja atau lupa atau tidak tahu sehingga tidak membaca basmalah ketika menyembelih, maka dianggap tidak sah dan hewan tersebut haram dimakan. Ini adalah pendapat yang rajih dari perbedaan pendapat yang ada. Dasarnya adalah keumuman firman Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He):

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.” (Al-An’am: 121)

Syarat ini juga berlaku pada penyembelihan hewan qurban. Dasarnya adalah hadits Anas z riwayat Al-Bukhari (no. 5565) dan Muslim (no. 1966), bahwa Nabi ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) berqurban dengan dua kambing kibasy yang berwarna putih bercampur hitam lagi bertanduk:

وَيُسَمِّي وَيُكَبِّرُ

“Beliau membaca basmalah dan bertakbir.”


b. Yang menyembelih adalah orang yang berakal. Adapun orang gila tidak sah sembelihannya walaupun membaca basmalah, sebab tidak ada niat dan kehendak pada dirinya, dan dia termasuk yang diangkat pena takdir darinya.

c. Yang menyembelih harus muslim atau ahli kitab (Yahudi atau Nasrani). Untuk muslim, permasalahannya sudah jelas. Adapun ahli kitab, dasarnya adalah firman Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He):

“Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu.” (Al-Ma`idah: 5)

Dan yang dimaksud ‘makanan’ ahli kitab dalam ayat ini adalah sembelihan mereka, sebagaimana penafsiran sebagian salaf.

Pendapat yang rajih menurut mayoritas ulama, sembelihan ahli kitab dipersyaratkan harus sesuai dengan tata cara Islam.

Sebagian ulama menyatakan, terkhusus hewan qurban, tidak boleh disembelih oleh ahli kitab atau diwakilkan kepada ahli kitab. Sebab qurban adalah amalan ibadah untuk taqarrub kepada Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He), maka tidak sah kecuali dilakukan oleh seorang muslim. Wallahu a’lam.

d. Terpancarnya darah

Dan ini akan terwujud dengan dua ketentuan:

1. Alatnya tajam, terbuat dari besi atau batu tajam. Tidak boleh dari kuku, tulang, atau gigi. Disyariatkan untuk mengasahnya terlebih dahulu sebelum menyembelih. Diriwayatkan dari Rafi’ bin Khadij raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him), dari Nabi ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him), beliau bersabda:

مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ فَكُلْ، لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفْرَ، أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ وَأَمَّا الظُّفْرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ

“Segala sesuatu yang memancarkan darah dan disebut nama Allah padanya maka makanlah. Tidak boleh dari gigi dan kuku. Adapun gigi, itu adalah tulang. Adapun kuku adalah pisau (alat menyembelih) orang Habasyah.” (HR. Al-Bukhari no. 5498 dan Muslim no. 1968)

Juga perintah Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) kepada Aisyah raḍyAllāhu 'anha (may Allāh be pleased with her) ketika hendak menyembelih hewan qurban:

يَا عَائِشَةُ، هَلُمِّي الْمُدْيَةَ. ثُمَّ قَالَ: اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ

“Wahai Aisyah, ambilkanlah alat sembelih.” Kemudian beliau berkata lagi: “Asahlah alat itu dengan batu.” (HR. Muslim no. 1967)

2. Dengan memutus al-wadjan, yaitu dua urat tebal yang meliputi tenggorokan. Inilah persyaratan dan batas minimal yang harus disembelih menurut pendapat yang rajih. Sebab, dengan terputusnya kedua urat tersebut, darah akan terpancar deras dan mempercepat kematian hewan tersebut.



Faedah


Pada bagian leher hewan ada 4 hal:

1-2. Al-Wadjan, yaitu dua urat tebal yang meliputi tenggorokan

3. Al-Hulqum yaitu tempat pernafasan.

4. Al-Mari`, yaitu tempat makanan dan minuman.

Rincian hukumnya terkait dengan penyembelihan adalah:

– Bila terputus semua maka itu lebih afdhal.

– Bila terputus al-wadjan dan al-hulqum maka sah.

– Bila terputus al-wadjan dan al-mari` maka sah.

– Bila terputus al-wadjan saja maka sah.

– Bila terputus al-hulqum dan al-mari`, terjadi perbedaan pendapat. Yang rajih adalah tidak sah.

– Bila terputus al-hulqum saja maka tidak sah.

– Bila terputus al-mari` saja maka tidak sah.

– Bila terputus salah satu dari al-wadjan saja, maka tidak sah. (Syarh Bulugh, 6/52-53)


II. Merebahkan hewan tersebut dan meletakkan kaki pada rusuk lehernya, agar hewan tersebut tidak meronta hebat dan juga lebih menenangkannya, serta mempermudah penyembelihan.


Diriwayatkan dari Anas bin Malik raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him), tentang tata cara penyembelihan yang dicontohkan Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him):

وَيَضَعُ رِجْلَهُ عَلىَ صِفَاحِهِمَا

“Dan beliau meletakkan kakinya pada rusuk kedua kambing tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 5565 dan Muslim no. 1966)

Juga hadits Aisyah raḍyAllāhu 'anha (may Allāh be pleased with her):

فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ

“Lalu beliau rebahkan kambing tersebut kemudian menyembelihnya.”


III. Disunnahkan bertakbir ketika hendak menyembelih qurban, sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) di atas, dan diucapkan setelah basmalah.


IV. Bila dia mengucapkan:


بِسْمِكَ اللَّهُمَّ أَذْبَحُ

“Dengan nama-Mu ya Allah, aku menyembelih”, maka sah, karena sama dengan basmalah.


V. Bila dia menyebut nama-nama Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) selain Allah, maka hukumnya dirinci.


a. Bila nama tersebut khusus bagi Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) dan tidak boleh untuk makhluk, seperti Ar-Rahman, Al-Hayyul Qayyum, Al-Khaliq, Ar-Razzaq, maka sah.

b. Bila nama tersebut juga bisa dipakai oleh makhluk, seperti Al-‘Aziz, Ar-Rahim, Ar-Ra`uf, maka tidak sah.


VI. Tidak disyariatkan bershalawat kepada Nabi ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) ketika menyembelih, sebab tidak ada perintah dan contohnya dari beliau subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) maupun para sahabatnya. (Asy-Syarhul Mumti’, 3/408)


VII. Berwudhu sebelum menyembelih qurban adalah kebid’ahan, sebab tidak ada contohnya dari Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) dan salaf.


Namun bila hal tersebut terjadi, maka sembelihannya sah dan halal dimakan, selama terpenuhi ketentuan-ketentuan di atas.


VIII. Diperbolehkan berdoa kepada Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) agar sembelihannya diterima oleh-Nya. Sebagaimana tindakan Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him), beliau berdoa:


اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ

“Ya Allah, terimalah (sembelihan ini) dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad.” (HR. Muslim no. 1967, dari Aisyah raḍyAllāhu 'anha (may Allāh be pleased with her) )


IX. Tidak diperbolehkan melafadzkan niat, sebab tempatnya di dalam hati menurut kesepakatan ulama. Namun dia boleh mengucapkan:


اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ فُلَانِ

“Ya Allah, sembelihan ini dari Fulan.”

Dan ucapan tersebut tidak termasuk melafadzkan niat.


X. Yang afdhal adalah men-dzabh (menyembelih) sapi dan kambing. Adapun unta maka yang afdhal adalah dengan nahr, yaitu disembelih dalam keadaan berdiri dan terikat tangan unta yang sebelah kiri, lalu ditusuk di bagian wahdah antara pangkal leher dan dada.


Diriwayatkan dari Ziyad bin Jubair, dia berkata: Saya pernah melihat Ibnu ‘Umar raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) mendatangi seseorang yang menambatkan untanya untuk disembelih dalam keadaan menderum. Beliau raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) berkata:

ابْعَثْهَا قِيَامًا مُقَيَّدَةً، سُنَّةُ مُحَمَّدٍ

“Bangkitkan untamu dalam keadaan berdiri dan terikat, (ini) adalah Sunnah Muhammad ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him).” (HR. Al-Bukhari no. 1713 dan Muslim no. 1320/358)

Bila terjadi sebaliknya, yakni me-nahr kambing dan sapi serta men-dzabh unta, maka sah dan halal dimakan menurut pendapat jumhur. Sebab tidak keluar dari tempat penyembelihannya.

XI. Tidak disyaratkan menghadapkan hewan ke kiblat, sebab haditsnya mengandung kelemahan.


Dalam sanadnya ada perawi yang bernama Abu ‘Ayyasy Al-Mu’afiri, dia majhul. Haditsnya diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2795) dan Ibnu Majah (no. 3121).

XII. Termasuk kebid’ahan adalah melumuri jidat dengan darah hewan qurban setelah selesai penyembelihan, karena tidak ada contohnya dari Nabi ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) dan para salaf. (Fatwa Al-Lajnah, 11/432-433, no. fatwa 6667)

Bacaan Dzikir Setelah Sholat Fardhu / Wajib sesuai sunnah

💐📝Dzikir Setelah Sholat Fardlu (Bag ke-1)

Berikut ini akan disebutkan bacaan-bacaan dzikir setelah sholat fardlu, kemudian setelah semua disebutkan, akan diuraikan dalil-dalilnya:

1. Istighfar 3x

 أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ... أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ... أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ

Artinya: Aku memohon ampunan kepada Allah (3x)

2. Bacaan: Allaahumma antassalaam wa minkas salaam tabaarokta dzal jalaali wal ikroom

اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

Artinya: Yaa Allah Engkaulah as-Salaam dan dariMulah keselamatan. Maha Suci Engkau wahai pemilik kemulyaan dan kemurahan

Bacaan 1 dan 2 ini berdasarkan hadits Tsauban riwayat Muslim.

3. Bacaan tahlil berdasarkan hadits Abdullah bin az-Zubair:

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

Artinya: Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah satu-satunya tidak ada sekutu bagiNya. Hanya milikNyalah kekuasaan, dan untukNyalah pujian dan Dia Maha berkuasa di atas segala sesuatu. Tiada daya dan kekuatan kecuali atas (pertolongan) Allah. Tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah, kami tidak menyembah kecuali kepadaNya. Ialah pemilik kenikmatan, bagiNya kemulyaan dan pujian yang baik. Tidak ada sesembahan yang haq selain Allah dengan mengikhlaskan agama walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya

4. Bacaan tahlil  berdasarkan hadits al-Mughiroh bin Syu’bah

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

Artinya: Tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah satu-satuNya tiada sekutu bagiNya. MilikNyalah kekuasaan dan bagiNyalah pujian dan Dia Maha berkuasa di atas segala sesuatu. Ya Allah tidak ada yang bisa mencegah apa yang Engkau beri dan tidak ada yang bisa memberi apa yang Engkau cegah. Dan tidak bermanfaat pemilik kekayaan, kemewahan, karena dariMulah kekayaan itu

5. Bertasbih (subhaanallah: Maha Suci Allah), bertahmid (alhamdulillah: Segala puji bagi Allah) dan bertakbir (Allaahu Akbar: Allah yang terBesar). Ada beberapa jenis bacaan dan jumlahnya, yaitu:

a. Tasbih 33 x, tahmid 33 x, dan takbir 33x, diakhiri dengan ucapan: Laa Ilaaha Illallahu wahdahu laa syariika lah. Lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘alaa kulli syai-in qodiir.

b. Subhaanallah walhamdulillah wallaahu akbar 33 x.

c. Tasbih 33x, tahmid 33x, takbir 34x

d. Tasbih 10x, tahmid 10x, takbir 10x

e. Tasbih 25x, tahmid 25x, takbir 25x, dan tahlil (Laa Ilaaha Illallaah) 25x

Bisa memilih salah satu dari jenis-jenis tersebut.

6. Membaca ayat kursi (Q.S al-Baqoroh ayat 255).

7. Membaca surat al-Ikhlash, surat al-Falaq, dan surat anNaas.


bacaan sholat fardhu latin

☑Khusus untuk setelah sholat Subuh ada tambahan:

1. Doa dalam hadits Ummu Salamah riwayat Ibnu Majah:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا

Artinya: Yaa Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amalan yang diterima

2. Bacaan tahlil pada saat belum merubah posisi duduk selesai salam sebelum berbicara berdasarkan hadits beberapa Sahabat (Abu Dzar, Abu Ayyub, Abud Darda’) dibaca 10 kali:

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Artinya: Tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah satu-satunya tidak ada sekutu bagiNya. MilikNyalah kekuasaan dan bagiNya pujian. Dia Yang Menghidupkan dan Mematikan, dan Dia Maha berkuasa di atas segala sesuatu

Bacaan ini dibaca setelah sholat Subuh dan Maghrib. Keutamaannya: tercatat 10 kebaikan, dihapus 10 keburukan, diangkat 10 derajat, seperti memerdekakan 4 budak, jika dibaca selesai Subuh sebagai penjagaan diri hingga Maghrib, jika dibaca selesai Maghrib sebagai penjagaan diri hingga Subuh.

(dikutip dari buku 'Fiqh Bersuci dan Sholat', Abu Utsman Kharisman)

💡💡📝📝💡💡

WA al-I'tishom

HUKUM MEMASANG BENDERA 17 AGUSTUS dalam islam

Pertanyaan:
"Mohon dijelaskan tentang hukum memasang bendera. Pinginnya nggak masang, tapi biasanya ada edaran dari RT untuk pasang. Kalau nggak pasang takutnya dipersulit urusan sama mereka. Ada yang bilang tergantung sikon, bisa mubah, bisa haram, mohon penjelasannya. Baarokallohufiik...


Di jawab oleh al ustadz Askari hafidzohullah:

Tentang hukum memasang bendera, ana pernah bertanya langsung kepada syaikh Ubaid hafizhahullah tentang perihal memasang bendera berkaitan dengan 17 agustus sebagai hari kemerdekaan indonesia, dan Beliau menjawab tentang bolehnya dengan alasan bahwa bendera hanya merupakan tanda bagi sebuah negara yang memiliki kekuasaan di negeri tersebut. Tanya jawab ini terjadi sudah beberapa tahun silam di bontang ketika ana mengisi daurah, dan disela-sela daurah kami menelpon syaikh ubaid.
Namun rekaman yang ada diana belum ketemu, ana gak tahu mungkin ikhwan bontang ada yang bisa bantu menemukannya

Namun kami disini memang belum pernah melakukannya, hingga saat2 sekarang dengan timbulnya fitnah ISIS yang dapat menyebabkan adanya tuduhan yang dikhawatirkan kepada kami, barulah kami melakukannya, dengan niat bukan karena merayakan kemerdekaan, namun sekedar untuk menampakkan bahwa kami adalah bagian dari bangsa indonesia. Wallahu A'lam.

HUKUM SUMBANGAN ACARA PERAYAAN AGUSTUSAN

Hukum Menyumbang di Acara 17 Agustus
Oleh: 
Al-Ustadz Muhammad Afifuddin -hafidzahullah ta'alaa -

                                          ✹✹✹  

acara 17 agustus


🔖Biasanya dalam bulan Agustus para pamong desa meminta dana Agustusan di masyarakat untuk mensukseskan beragam agenda acara yang mereka buat, seringnya disebutkan minimalnya.


Bila kita memahami apa yang telah diuraikan di atas, maka kita akan tahu bahwa penarikan dana ini tidak sesuai syar'i dengan alasan sebagai berikut :


❶ Termasuk membantu acara yang tidak ada bimibinganya dalam agama Islam. Allah Subhaanahu wa ta'ala  berfirman :

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." [QS. Al Maidah 2].



❷ Penarikan dana tersebut tidak berdasar pada sebuah Perda sedikitpun bahkan terkesan memaksa, terbukti mereka marah bila ada yang tidak menyumbang.


Ketahuilah! Semoga Allah Ta'ala menambahkan umur kepada kita, bahwa harta seorang muslim adalah haram untuk diambil kecuali dengan izin dan kerelaannya, maka menarik pungutan tanpa dasar syar'i termasuk memakan harta orang lain dengan kebatilan. Allah Ta'ala menyatakan :

وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

"Dan janganlah sebahagian kalian memakan harta sebahagian yang lain di antara kalian dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kalian membawa (urusan) harta itu kepada Hakim, supaya kalian dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kalian Mengetahui."  [QS. Al Baqarah 188]



❸ Uang tersebut dipergunakan untuk acara yang sia-sia, hanya bersenang-senang dan berfoya-foya. Walaupun ada sedikit unsur olah raga namun kemadlorotannya lebih banyak, di antaranya :

❚ Menghambur-hamburkan uang untuk perkara yang sia-sia,
❚ Bercampurnya lelaki dan wanita,
❚ Alunan musik yang bertalu-talu,
❚ Keluarnya wanita dengan bersolek dan dandanan yang sengaja dipertunjukkan,
❚ Adanya sikap fanatisme terhadap desanya masing-masing karena diperlombakan,
❚ Tidak jarang terjadi tindakan anarkis antar anak desa,
❚ Melalaikan sholat jama'ah pada waktunya, seringkali kita melihat mereka tidak mengubris panggilan adzan untuk menghadap Allah dan masih banyak lagi kerusakan yang lainnya.

Allah telah mengecam tindakan tabdzir (sia-sia) dan pelakunya tergolong saudara syaithon, FirmanNya :

ِوَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

"Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros, Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaihon dan syaithon itu adalah sangat ingkar kepada Robbnya." [QS. Al Israa' 26-27]

Dan ini adalah tindakan yang sangat dibenci oleh Allah , Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ اللَّه َكَـــــــرِهَ لَــــكُمْ ثَلاَثًا ... وَإِضــــــَاعَةِ الْمــــَالِ

"Sesungguhnya Allah Ta'ala membenci tiag perkara dari kalian …. dan menyia-nyiakan harta." [HR. Muslim 1715]


 _____________________________________
▪Bagaimana mungkin kita bisa bergembira bila tindakan tadi dibenci dan dikecam oleh Allah Ta'ala?
▪Siapa yang mau digolongkan dengan saudara-saudara syaithon?  Orang yang berakal sehat tentu akan menghindar dari hal-hal demikian.

▪Seharusnya kita berpikir jernih, bukankah dahulu para pejuang kita membebaskan bumi pertiwi ini dari kungkungan penjajah dengan tetesan darah dan air mata?
Mengorbankan jiwa raga, harta benda, sabar dalam berjuang dan menanggung penderitaan demi penderitaan..

▪Akankah kita generasi masa kini membalas budi bakti mereka dengan tindakan sia-sia, foya-foya, senang-senang yang dibenci oleh Allah Ta'ala bergembira di atas penderitaan orang lain?
▪Apakah kita tidak melihat bahwa bangsa ini sedang terjajah justru oleh anak-anak bangsa sendiri?
▪Dapatkah hati kita lapang ketika di saat yang sama kita menyaksikan anak-anak bangsa dirundung duka dengan bencana yang menimpa mereka?
▪Sekali lagi, akankah kita bisa tenang berbahagia di saat anak-anak bangsa sendiri menderita?

_____________________________________


☝Coba kita pikirkan, kalau seandainya dana tersebut dikumpulkan, anggaplah satu desa bisa mengumpulkan satu juta, berapa ribu desa yang ada ditanah air dari Sabang sampai Merauke?

Niscaya, akan terkumpul uang milyaran bahkan triliyunan rupiah, coba kalau uang itu dialokasikan ke anak bangsa yang dirundung musibah, tentunya akan sangat membantu dan menyenangkan hati mereka, pikirkanlah hal ini baik – baik wahai anak bangsa !!!.

                                          ✺✺✺

🌐 Sumber:
http://mahad-al-bayyinah.blogspot.com/2006/08/17-agustus-antara-ketaatan-dan.html?m=1